Menilik Hutan Mangrove Lubuk Kertang
LANGKAT, FORESTEARTH.id – Hamparan hijau membentang di hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara. Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK), Siti Nurbaya Bakar mengapresiasi kerja keras kelompok tani, masyarakat dan para pendampingnya yang mendukung upaya perawatan dan perbaikan hutan yang rusak parah akibat penebangan liar dan alih fungsi lahan.
Ketua Dewan Pimpinan Wilayah Kesatuan Nelayan Tradisional Indonesia (DPW KNTI) Langkat, Tajrudin Hasibuan mengatakan, pasca diserahkannya Izin Usaha Pemanfaatan Hutan Kemasyarakatan (IUPHKm) yang diserahkan Menteri LHK 17 Maret 2017 kepada Kelompok Tani dan Nelayan Lestari Mangrove dan dilaunching pada bulan Mei 2017, Walhi dan KNTI bekerja keras menjadikan hutan mangrove yang dirambah sebagai pusat pemulihan hutan bakau rakyat dan sentra budidaya serta ekowisata bahari.
“Hari ini kita bersama masyarakat sudah berhasil membangun sentra budidaya secara mandiri. Kita lihat hamparan ini adalah wilayah kelola HKm yang sudah dijadikan sentra budidaya udang vaname. Ada 16 kolam budidaya udang vaname dan dua kolam budidaya kepiting bakau secara alami dan satu kolam budidaya udang tiger dan ikan bandeng,” katanya, Selasa (24/4/2018).
Dikatakannya, semua upaya dilakukan dengan swadaya. Walaupun ada juga suntikan dari pemerintah, belum sebanding dengan yang dilakukan masyarakat pengelola dan pendamping, KNTI dan Walhi. Namun demikian masih ada beberapa hal yang menjadi persoalan seperti energi listrik dan permodalan. Energi listrik, kata dia untuk meningkatkan penghasilan.
“Hari ini kelompok yang didampingi KNTI dan Walhi sudah menyampaikan permohonan untuk bisa dimasukkan dalam skema badan layanan umum di Kementrian LHK. Sudah beberapa kali revisi tapi belum ada realisasi sampai detik ini,” ujarnya.
Mengenai permodalan, kata dia, masyarakat tidak boleh terjebak dalam modal rente karena pemodal itu yang akan mengambil keuntungan lebih banyak. Saat ini, kata dia, banyak masyarakat masih bergantung pada modal rente/tengkulak. Menurutnya, untuk saat ini yang bisa dilakukan adalah berjalan dulu sembari mencari kekuatan baru dalam mendukung pembiayaan agar membantu percepatan pusat pemulihan hutan bakau rakyat dan sentra budidaya dan ekowisata bahari.
“Kalau kita lihat, untuk membangun seluas 410 hektare berikut dengan fasilitasnya dibutuhkan Rp 25 miliar. Lengkap dengan struktur bangunan pendukung. Karena tempat IUPHKm ini nantinya juga akan membuka dua akses, laut dan darat. Dalam mendukung akses laut dibutuhkan dermaga untuk kapal dan perahu membutuhkan biaya yang banyak. tanggul yang dibuka, akan dibangun jembatan supaya terhubung antara tanggul satu dengan lainnya yang akhirnya menjadi trek secara alami,” katanya.
Untuk kolam udang vaname yang sudah dua kali produksi, saat ini memasuki tahap ketiga. Dirjen dan Menteri LHK beberapa hari yang lalu turut melepaskan benih. “Benih itu punya kita. Jadi kita tidak dikasih benih. Kita kebetulan sedang panen dan kebetulan sedang menabur benih di kolam-kolam yang baru diisi. Kebetulan Dirjen dan bu Menteri melihat hasilnya, bagaimana sebenarnya perkembangan izin dalam skema IUPHKm, apakah sudah seperti apa dalam kurun setahun. Karena banyak berita miris bahwa Perhutanan Sosial (PH) katanya tidak efektif. Tapi di sini, PH efektif di sinilah ruh PH di nawacita,” ungkapnya.
Satu kolam, benih yang ditabur sebanyak 100.000 benur/periode. Dari benih sebanyak itu, hasil maksimalnya bisa mencapai 3 ton. Namun saat ini, tapi baru mampu 1,2 – 1,4 ton. Untuk modalnya, masyarakat masih meminjam dari tengkulak sehingga tidak mendapat keuntungan yang baik.
“Seharusnya kita bisa mendapatkan keuntungan. Dan satu hal lagi kita ketergantungan bahan bakar minyak (BBM). Penggunaan bbm itu meningkat dengan genset. Dan itu juga menguras keuntungan karena akhirnya tersedot ke sana. Pakan juga di-support oleh tengkulak, pemodal, toke. Mereka menyalurkan kebutuhan bahan untuk kita kan akan meminta keuntungan yang lebih dari imbalan. Ini juga menguras keuntungan,” katanya.
Dijelaskannya, IUPHKm ini dikelola oleh 108 kepala keluarga yang tersebar di tiga kecamatan, yakni Berandan Barat, Sei Lepan, dan Babalan. “108 kk itu adalah yang orang yang sampai hari ini bertahan dari goncangan dan serangan dari pihak musuh. Ada tujuh desa dan kelurahan yang ada di tiga kecamatan itu berpartisipasi seperti Perlis, Kelantan, Lubuk kertang, Kelurahan Sungai Bilah, Teluk Merbu dan Brandan Barat,” katanya.
Dalam upaya pemulihannya, kata dia, dimulai dengan konfrontasi dengan pemulihan paluh-paluh yang ditutup oleh pengembang. Pemulihan paluh-paluh tersebut untuk merehabilitasi agar air laut bisa secara alami masuk ke ekosistem mangrove. Upaya tersebut disahuti Balai Pengelolaan Hutan Mangrove Wilayah 1 Medan, BP DAS, sedangkan Dinas Kehutanan Provinsi justru tak bergerak dan malah menambah konversi.
“Akhirnya masyarakat sejak 2010 – 2014 berhasil memulihkan 700 ha areal yang dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Pulih menjadi mangrove kembali. Masih ada ribuan hektare lagi yang harus dipulihkan. Semangatnya adalah ketika kita mampu mendorong pengelolaan ini masyarakat bisa tergerak dan bisa melakukan perluasan pemulihan.
Dia berharap, IUPHKm mampu mengubah paradigma masyarakat Lubuk Kertang yang tadinya pro kelapa sawit kini beralih dan berlomba-lomba melakukan pengelolaan hutan mangrove. “Kelompok meminta usulan tambahan 299 ha untuk pemulihan. Ketika hutan pulih, masyarakat akan bisa mengelola dan menjadi sejahtera,” katanya.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Siti Nurbaya Bakar mengatakan 105 hektare hutan mangrove di Desa Lubuk Kertang, Kecamatan Brandan Barat, Kabupaten Langkat, Sumatera Utara kini kembali lestari, hijau, asri setelah selama sepuluh tahun dalam kondisi rusak parah akibat penebangan liar dan alih fungsi lahan yang dilakukan pihak-pihak tak bertanggung jawab. Hutan mangrove tersebut sudah bisa menjadi tempat berkembang biaknya biota laut.
“Sebab mereka membabat habis pohon hutan,” ujarnya saat berkunjung ke Desa Lubuk Kertang, Langkat, Sabtu (14/4/2018).
Menurut Siti, kawasan hutan mangrovbe Lubuk Kertang telah kembali lestari setelah dilakukan upaya perawatan dan perbaikan dengan kerja keras seperti menanam bakau oleh pemerintah beserta dukungan dari kelompok tani dan masyarakat sekitar. Dalam waktu dekat,k direncanakan Presiden Joko Widodo akan berkunjung ke lolasi wisata hutan mangrove Desa Lubuk Kertang melalui udara. Kembali lestarinya hutan mangrove hasilnya dapat dinikmati dan menambah perekonomian masyarakat sekitar.
“Kita berharap Pemerintah Kabupaten Langkat serta kelompok tani dan masyarakat sekitar bersinergi untuk terus menjaga kelestarian hutan mangrove ini. Saya apresiasi kepada Pemkab Langkat dan Kelompok Tani Mekar yang telah berhasil menjadikan hutan mangrove ini tempat wisata yang indah yang diminati banyak wisatawan bail lokal maupun luar daerah,” katanya.
Leave a Comment