Dua Gajah Sumatera Mati di Aceh dan Riau, Diracun dan Gadingnya Hilang
MEDAN, ForestEarth.id – Malang nian nasib gajah sumatera (Elephas maximus sumatranus). Satwa dilindungi itu hidup dalam keterancaman di alam karena maraknya perburuan gading. Pertengahan Desember 2023, anak gajah mati di Aceh Barat, Aceh. Awal tahun ini, gajah jantan bernama Rahman ditemukan mati mengenaskan di Taman Nasional Tesso Nilo, Pelalawan, Riau. Satu gadingnya hilang.
Tepatnya pada 19 Desember 2023, warga dikejutkan dengan penemuan bangkai anak gajah di bantaran sungai Krueng Lancong, Kecamatan Sungai Mas, Aceh Barat. Anak gajah itu diketahui merupakan bagian dari kawanan gajah liar yang biasanya berkeliaran di kawasan hutan produksi terbatas (HPT) PT Nusa Indah. Hasil pemeriksaan tim dokter hewan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh.
Beberapa waktu lalu, Kepala BKSDA Aceh, Gunawan Alza mengatakan pihaknya sudah menurunkan tim untuk menyelidiki kasus kematian gajah tersebut. Dari pemeriksaan, gajah itu berjenis kelamin betina, diperkirakan berusia lima tahun. Saat ditemukan, kondisi anak gajah itu tergeletak di pinggir sungai. Kematiannya diduga sudah beberapa lama terlihat dari kulit belalai, kedua kaki depan, hingga tubuh sudah banyak terkelupas.
Dikatakannya, hasil pemeriksaan, pada gajah tersebut masih terdapat gading gajah berukuran 35 cm dan sudah diamankan sesuai prosedur yang berlaku. tim dokter hewan yang turun ke lokasi mengambil sampel organ paru, usus dan feses untuk pemeriksaan laboratorium guna mengetahui penyebab kematian gajah. “Kita akan terus berkoordinasi dengan Polres Aceh Barat terkait dengan kematian gajah sambil menunggu hasil laboratorium keluar,” ujarnya.
Interaksi negatif makin masif
Sebagai informasi, dalam catatan BKSDA Aceh, interaksi negatif manusia dan gajah sumatra makin masif mencapai 583 kejadian dalam lima tahun terakhir, adapun sepanjang Januari-Oktober 2023 jumlahnya tercatat sebanyak 85 kejadian. Dari jumlah itu, kejadian interaksi negatif manusia dan gajah paling sering terjadi di Pidie terdapat 145 kejadian, disusul Aceh Jaya 86 kejadian, Aceh Timur 67 kejadian dan Aceh Barat 33 kejadian.
Untuk mengatasi konflik manusia dan gajah yang semakin masif karena perebutan ruang hidup, BKSDA Aceh sudah melakukan berbagai upaya mulai dari memasang kalung GPS Collar sebagai sistem peringatan dini (early warning system) pada 18 perwakilan kelompok gajah liar. Kemudian memasang 27.700 meter parit dan 61.380 meter pagar kejut (power fencing) sejak 2015 sampai dengan Mei 2023 di beberapa wilayah koridor satwa liar lindung yakni di Aceh Timur, Aceh Selatan-Subulussalam, Aceh Jaya, Bener Meriah, Pidie, Aceh Tengah, Bireuen, dan Aceh Barat.
Diduga Diracun
Sementara itu di Pelalawan, Riau, tepatnya pada 10 Januari 2024 seekor gajah jantan bernama Rahman ditemukan mati dengan kondisi mengenaskan di Taman Nasional Tesso Nilo. Miris karena gajah Rahman adalah gajah binaan Balai Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN) yang dikenal sebagai gajah jinak yang paling tangguh dan memiliki gading yang panjang. Kematiannya pertama kali diketahui sang mahout atau pawang gajah bernama Jumadi.
Saat itu Jumadi memanggil sambil membawa buah. Panggilannya tidak ada respon sebagaimana biasanya. Sang mahout terkejut ketika mendapati gajah Rahman tergeletak lemas dengan gading sebelah kiri sudah hilang terpotong. Melihat kondisi Rahman, Jumadi langsung melaporkannya kepada koordinator mahout dan langsung ditindaklanjuti dengan penanganan berikutnya.
“Setelah didekati, gajah Rahman ditemukan dalam kondisi tergeletak lemas dan gading sebelah kiri sudah terpotong dan hilang,” ujarnya.
Kepada wartawan, Kepala TNTN Heru Sutmantoro mengatakan, kuat dugaan gajah berusia 46 tahun itu terlebih dahulu diracun lau gadingnya dipotong. Hal ini didasarkan pada hasil nekropsi yang dilakukan oleh tim dokter hewan BKSDA Riau. Hanya saja, di lokasi pihaknya tidak menemukan peralatan atau barang-barang yang diduga digunakan oleh pemburu untuk melumpuhkan gajah Rahman.
Sesuai sesuai petunjuk dokter hewan BBKSDA Riau, pada penanganan awal, gajah Rahman diberikan obat pencahar (norit), susu, dan gula cair, menggunakan selang. Namun nahas, gajah Rahman mati pada pukul 15.55 WIB. Pihaknya sudah berkoordinasi dengan Polsek Ukui, Polres Pelalawan, untuk menelusuri kasus kematian gajah Rahman. “Hasil nekropsi (bedah bangkai) oleh tim dokter hewan BBKSDA Riau, kematian gajah Rahman diduga karena keracunan,” katanya.
Kasus yang terjadi pada gajah Rahman ini memperpanjang kasus kematian gajah di Riau. Pasalnya, belum genap dua bulan sebelumnya, seekor anak gajah liar dari kantong gajah Tesso Tenggara juga ditemukan mati. Dari pemeriksaan diketahui ada infeksi parah di kakinya akibat terlilit tali nilon. Kepala Bidang Teknis BBKSDA Riau Ujang Holisudin mengatakan, gajah itu sempat ditangani secara medis oleh Tim Wildlife Rescue Unit (WRU) BBKSDA Riau.
Keberadaan anak gajah jantan yang diperkirakan berusia dua tahun itu diketahui setelah adanya laporan dari salah satu karyawan perusahaan konsesi bahwa ada anak gajah yang terpisah dari kelompoknya. Laporan itu langsung ditindaklanjuti dengan menurunkan tim medis dan perawat gajah ke lapangan. Hasil observasi ditemukan lilitan tali nilon pada kaki kanan depan gajah yang diduga sudah lama terpasang sehingga membuat luka sangat dalam hingga menyisakan persendian.
Leave a Comment