Peneliti: Indonesia Akan Kehilangan 30.120 km2 Daratan Pulau Akibat Perubahan Iklim
MEDAN, ForestEarth.id – Perubahan iklim sangat berpengaruh terhadap ketersediaan sumber daya air. Peneliti memprediksi terus naiknya permukaan laut di tahun 2050 berpotensi menghilangkan daratan hingga puluhan ribu km2. Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mencatat terjadi peningkatan 887 kejadian bencana hidrometeorologi pada kurun 2010 – 2017.
Dalam keterangan tertulisnya, Wakil Kepala BRIN Amarulla Octavian mengungkapkan dampak perubahan iklim terhadap sumber daya air meliputi krisis air bersih perkotaan, kerawanan pangan, meningkatnya frekuensi penyakit, perubahan pola curah hujan dan kerawanan bencana.
“Dalam periode 2010-2017, terjadi peningkatan 887 kejadian bencana hidrometeorologi dengan bencana iklim hidrologi antara lain banjir, longsor, kekeringan, angin puting beliung, kebakaran hutan, gelombang pasang dan abrasi,” ujarnya.
Sementara itu Profesor Riset Bidang Meteorologi, Pusat Riset Iklim dan Atmosfer BRIN, Eddy Hermawan menjelaskan, perubahan iklim telah berdampak pada meningkatnya permukaan air laut. Pada tahun 2010 muka air laut telah meningkat sebanyak 0,4 meter dan hal ini berdampak pada hilangnya daratan seluas 7.408 km2.
Diperkirakan pada tahun 2050 muka air laut akan meningkat sebanyak 0.56 meter yang akan menyebabkan hilangnya luas daratan Indonesia sekitar 30.120 km2. “Dampak perubahan iklim tidak terbatas pada keberlangsungan sumber daya air semata, melainkan pada penentuan kalender tanam, hilangnya pulau-pulau kecil, banjir dan lain sebagainya,” ujarnya.
Eddy menambahkan, diperkirakan tahun 2100 Indonesia akan kehilangan 115 pulau-pulau berukuran sedang yang berada di Provinsi Sumatera Utara sampai ke Papua Barat.
Pada kesempatan yang sama, Peneliti Ahli Utama Pengelolaan DAS, Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Irfan Budi Pramono mengatakan Solusi Berbasis Alam (Nature Based Solutions) mempunyai potensi yang besar untuk mengatasi masalah sumber daya air seiring dengan perubahan iklim.
Di mana paradigma pengaturan air yang semula dari ‘mengalirkan’ menjadi ‘meresapkan’. “NBS ini bukan satu-satunya cara untuk mengatasi masalah sumber daya air, namun akan melengkapi solusi-solusi lainnya seperti melengkapi dan mengoptimalkan fungsi grey infrastruktur,” ungkapnya.
Irfan menambahkan, penerapan NBS dalam pengelolaan sumber daya air seiring dengan perubahan iklim perlu melibatkan banyak pihak baik pemerintah maupun masyarakat.
Secara umum perubahan iklim berpengaruh terhadap sumber daya air baik langsung atau tidak langsung antara lain meningkatnya intensitas curah hujan pada musim basah, meningkatnya frekuensi dan intensitas banjir, berkurangnya curah hujan dan debit sungai pada musim kemarau serta bertambah panjangnya periode musim kering.
Kemudian, meningkatnya temperatur yang diikuti gelombang panas, perubahan ekosistem dan layanan ekosistem, meningkatnya intensitas dan frekuensi badai, serta meningkatnya tinggi gelombang, abrasi pantai, dan meluasnya kawasan yang terpengaruh intrusi air laut.
Leave a Comment