Harimau Buntung Mati Terkena Jerat Babi di Agam
SUMATERA BARAT, ForestEarth.id – Seekor harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) buntung mati akibat jerat babi yang dipasang di hutan di Sigaruntang, Jorong Sungai Pua, Nagari atau Desa Sungai Pua, Kecamatan Palembayan, Kabupaten Agam, Kamis (25/7/2024).
Kepala Seksi Wilayah I Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sumbar Antonius Vevri di Lubuk Basung, Jumat (26/7/2024) mengatakan satwa kharismatik itu diduga juga pernah muncul di Pasia Laweh, Kecamatan Palupuh dan Baringin, Kecamatan Palembayan.
BKSDA Sumatera Barat juga sempat merekam keberadaan harimau itu dengan kamera jebak pada April 2024. Dari rekaman itu, terlihat kaki depan sebelah kiri harimau tersebut putus. “(Harimau itu) cacat pada kaki bagian kiri,” katanya.
Dikatakannya, di lokasi tersebut sebelumnya terjadi konflik yang mana kerbau dan kambing milik warga dimangsa harimau. Pihaknya sudah menurunkan WRU BKSDA Sumbar, Resort Konservasi Wilayah I Panti, Resort Konservasi Wilayah II Maninjau.
Selain itu juga ada Tim Patroli Anak Nagari (Pagari) Pasia Laweh, Pagari Baringin, COP dan Sintas Indonesia. Dalam penanganan kasus ini pihaknya sudah memasang kendang jebak di Pasia Laweh, Baringin untuk mengevakuasi harimau.
Dijelaskannya, harimau itu pertama kali diketahui warga Bernama Simar saat berada di sawahnya. Saat ditemukan satwa kharismatik itu terkena jerat babi di bagian leher. Awalnya dia menduga yang terjerat adalah babi. Dia pun memberitahu warga lainnya.
Sekitar pukul 16.00 WIB, Wali Nagari atau Kepala Desa Sungai Pua melaporkan temuan itu ke BKSDA. Pukul 9.10 WIB, petugas dari Resort Konservasi Wilayah I Panti, Resort Konservasi Wilayah II Maninjau dan Resort Konservasi Marapi Singgalang tiba di lokasi.
“Saat itu harimau sudah mati sehingga langsung dievakuasi dan dibawa ke Rumah Sakit Hewan Sumbar di Padang untuk dinekropsi guna memastikan penyebab kematian selain terjerat,” katanya.
Dengan terjadinya kasus ini, pihaknya mengimbau warga tidak memasang jerat babi karena akan berdampak pada populasi harimau. Pihaknya juga akan melakukan sapu bersih terhadap keberadaan jerat di lapangan.
Kepala Rumah Sakit Hewan Provinsi Sumatera Barat, Idham Fahmi mengatakan, pihaknya sudah melakukan nekropsi terhadap bangkai harimau itu. Pihaknya mendapatkan tulang rawan trakea mengalami pecah akibat troma hiferemi atau darah yang mengalir lebih banyak dari biasanya.
“Kami menduga ambang kematian akibat gagal pernapasan,” ujarnya, Jumat 26 Juli 2024.
Gagal napas itu karena udara dari luar tidak bisa mengalir ke paru-paru disebabkan benda melilit di leher harimau betina tersebut. Bahkan batang tenggoroknya pecah. Pihaknya mengirim beberapa sampel organ tubuh harimau itu ke Laboratorium Veteriner Bukittinggi.
Sampel itu yakni trakea karena diduga kuat terjadinya troma hiferemi. Kedua, Kelaina organ paru berdasarkan patologi anatomi. Ketiga, kelainan pada hati. Temuan itu perlu dikonfirmasi secara histopatologi atau prosedur yang melibatkan pemeriksaan jaringan utuh.
Pemeriksaan terhadap sampel itu menurutnya membutuhkan waktu sekitar 7 hari. Nantinya, hasil pemeriksaan akan disampaikan ke BKSDA Sumatera Barat dan dikonsultasikan ke dokter hewan Rumah Sakit Hewan Sumatera Barat.
Dia menambahkan, berdasarkan pemeriksaan pada gigi, harimau itu diperkirakan masih berusia 3-4 tahun. Artinya, satwa tersebut remaja menuju dewasa dan belum pernah melahirkan.
Leave a Comment