POLICY BRIEF : “Melindungi Beutong Ateuh Banggalang: Penyelamatan Kawasan Ekosistem Leuser dari Jerat Pertambangan”
PENDAHULUAN
Beutong Ateuh Banggalang merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Nagan Raya, Provinsi Aceh. Luasnya mencapai 171,57 km2, terdiri dari 4 desa yakni Blang Puuk, Kuta Teungoh, Blang Meurandeh dan Babah Suak. Posisinya berada di dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
KEL merupakan lanskap dengan luas 2.6 juta hektar yang membentang di Provinsi Aceh dan Sumatera Utara.
Kawasan ini secara alami terintegrasikan oleh keunikan bentangan alam, keunikan tumbuhan dan satwa, keseimbangan habitat sebagai pendukung keberlanjutan keanekaragaman hayati dan keunikan lainnya sehingga membentuk suatu ekosistem tersendiri. Sebagai suatu kesatuan ekosistem yang harus mendapat perhatian dan prioritas dalam pengelolaan serta memastikan kelestariannya.
Dalam Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh, Pasal 150 disebutkan Pemerintah Aceh bertugas melakukan pengelolaan KEL di wilayah Aceh dalam bentuk perlindungan, pengamanan, pelestarian, pemulihan fungsi kawasan dan pemanfaatan secara lestari.
Pemerintah Aceh dan Pemerintah kabpaten/kota dilarang mengeluarkan izin pengusahaan hutan dalam Kawasan Ekosistem Leuser (KEL).
MASALAH
Namun, pada tanggal 19 Desember 2017, terbit Surat Keputusan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI Nomor 66/1/IUP/PMA pertambangan emas di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang dan Aceh Tengah seluas 10.000 hectare untuk jangka Waktu 20 tahun di dalam Area Penggunaan Lain (APL) 3.620 ha, Hutan Lindung (HL) dan KEL seluas 6.380 ha.
Kegiatan eksplorasinya dimulai tahun 2006 berdasarkan SK Bupati Nagan Raya Nomor 545/68/KP-EKSPLORASI/2006 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi, diberikan selama 3 tahun.
Kemudian pada tahun 2010 dilakukan pembaharuan berdasarkan SK Bupati Nagan Raya Nomor 545/22/SK/IUP-Ekspl/2010 tentang Persetujuan IUP Eksplorasi Kepada PT. Emas Mineral Murni, tertanggal 11 Januari 2010.
Ada kejanggalan dalam usaha pertambangan mineral murni tersebut. Luas area pertambangan dan lokasi usaha sebagaimana tersebut dalam IUP Operasi Produksi PT. EMM tidak sesuai dengan AMDAL dan Izin Lingkungan. Sejak Maret 2013, masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya sudah menyampaikan penolakan.
Masyarakat menyurati Bupati Nagan Raya dan Gubernur Aceh
Surat itu ditandatangani Geuchik Blang Puuk, Tuha Peut Blang Puuk, Geuchik Blang Meurandeh, Tuha Peut Blang Meurandeh, Geuchik Kuta Tengoh, Tuha Peut Kuta Teungoh, Geuchik Babah Suak, Tuha Peut Babah Suak, Ketua Pemuda Blang Puuk, Ketua Pemuda Blang Meurandeh, Ketua Pemuda Kuta Tengoh, Ketua Pemuda Babah Suak, dan Pj. Mukim Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang.
Hasil investigasi WALHI Aceh, ditemukan informasi dan fakta bahwa pertambangan PT. EMM di Beutong Ateuh Banggalang akan berdampak serius terhadap kualitas air dan fisik sungai Krueng Mereubo, di mana terdapat sekitar 9 Km Krueng Mereubo berada di lokasi tambang.
Sungai Krueng Mereubo sebagai sumber air bagi masyarakat di Nagan Raya dan Aceh Barat untuk kebutuhan rumah tangga, sumber air lahan pertanian sawah dan perkebunan masyarakat serta untuk sumber kehidupan lainnya. Dampak lainnya adalah bencana ekologis seperti banjir dan longsor.
Dampak ini sesuai dengan secara RTRWA, RTRW Kabupaten Nagan Raya, dan RTRW Kabupaten Aceh Tengah, area izin PT. EMM merupakan kawasan rawan bencana. Hal ini juga diperkuat melalui program Kementerian Sosial RI menetapkan Beutong Ateuh Banggalang sebagai Kampung Siaga Bencana (KSB) pada tahun 2018, berdampak terhadap konflik satwa – manusia.
Area izin PT. EMM merupakan koridor satwa kunci seperti gajah, harimau, badak, dan burung rangkong. Fakta lainnya jika pertambangan beroperasi adalah hilangnya situs sejarah (tugu Cut Nyak Dhien), makam keramat, dan makam syuhada/ulama Alm Tgk. Bantaqiah beserta muridnya yang merupakan korban konflik pada 23 Juli 1999 yang berada dalam area izin PT. EMM.
Dampak yang juga harus dilihat adalah terhadap perubahan fungsi kawasan hutan lindung, perubahan iklim, dan hilangnya fungsi paru-paru dunia. Paska investigasi Walhi Aceh, masyarakat Beutong Ateuh Banggalang, Kabupaten Nagan Raya, kembali membuat petisi penolakan tambang PT. EMM.
Petisi penolakan tambang PT. EMM ditandatangani oleh seluruh masyarakat Desa Blang Puuk, Blang Meurandeh, Kuta Tengoh, dan Babah Suak dengan jumlah penandatangan yang disertai dengan Nomor Induk Kependudukan (NIK) berjumlah 1.298 orang atau sekitar 89 % masyarakat jelas dan tegas menolak pertambangan.
Selain di Beutong Ateuh Banggalang, petisi penolakan juga ditandatangani oleh Reje (Kepala Desa) Beurawang Baro, Arur Badak, dan Wih Ilang Kecamatan Peugasing, Kabupaten Aceh Tengah. Pada tanggal 15 Oktober 2018 WALHI Aceh secara resmi mendaftarkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (TUN) Jakarta menggugat Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) RI atas penerbitan izin operasi produksi PT. EMM dan melaporkan ke Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI, dan laporan kasus dugaan korupsi dalam proses perizinan PT. EMM ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Pada pengadilan tingkat pertama, masyarakat bersama Walhi kalah. Pada 24 Mei 2019, masyarakat WALHI mengajukan memori banding. Di mana sebelumnya pada tanggal 3 Mei 2019 bersama Fakultas Hukum Unsyiah melakukan eksaminasi pasca putusan.
Putusan banding menguatkan putusan pengadilan tingkat pertama yang mana masyarakat bersama WALHI kalah. Di tingkat kasasi, Mahkamah Agung mengabulkan tuntutan masyarakat dan WALHI, melalui Putusan Kasasi Nomor 91 K/TUN/LH/2020 telah membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor 192/B/LH/2019/PT.TUN.JKT yang menguatkan Putusan PTUN Jakarta Nomor 241/G/LH/2018/PTUN.JKT. Putusan diterbitkan MA tanggal 14 April 2020.
Pasca kemenangan di tingkat kasasi, BKPM RI melakukan upaya hukum lanjutan yaitu Peninjauan Kembali (PK) ke Mahkamah Agung. Pada 1 juli 2021, Mahkamah Agung mengeluarkan putusannya, menolak permohonan PK dari BKPM RI.
Artinya, upaya hukum gugatan izin PT. EMM telah mendapatkan putusan hukum inkrah yang dimenangkan oleh masyarakat dan WALHI.
WALHI Aceh saat ini sedang memfasilitasi masyarakat untuk mengusulkan Hutan Desa di empat desa yang ada di Beutong. Namun, bersamaan dengan upaya tersebut masuk perusahaan lain bernama PT Bumi Mineral Energi (BME) yang merencanakan pertambangan emas di Beutong Ateuh Banggalang pada areal seluas 3.305 hektar.
Meskipun lokasi yang direncanakan pertambangan berada di luar eks izin PT. EMM, namun secara lanskap masih berada dalam lanskap Beutong yang memiliki potensi dan kekayaan biodiversitas yang sama seperti pada lokasi eks izin PT. EMM.
PT BME mendapat penolakan dari masyarakat di Kecamatan Beutong Ateuh Banggalang yang sudah membuat Surat Pernyataan Menolak segala perizinan atas PT. Bumi Mentari Energi/sejenisnya sehingga proses izin saat ini telah berhenti.
REKOMENDASI KEBIJAKAN:
- Mengeluarkan lanskap Beutong Ateuh Banggalang dari peta Wilayah Pertambangan (WP) atau ditetapkan sebagai Wilayah Pencadangan Negara.
- Peningkatan Pengawasan dan Penegakan Hukum: Tegakkan hukum lebih tegas terhadap aktivitas illegal logging, perambahan hutan, dan pertambangan ilegal di Kawasan Ekosistem Leuser.
- Zonasi dan Penyusunan Rencana Tata Ruang: Segera tetapkan zona-zona kawasan yang melindungi inti dan fungsi ekosistem Leuser serta susun rencana tata ruang yang mendukung konservasi dan pembangunan berkelanjutan.
- Partisipasi Masyarakat: Melibatkan masyarakat setempat, suku adat, dan komunitas dalam upaya konservasi dan pengelolaan ekosistem Leuser.
- Investasi dalam Konservasi: Alokasikan dana dan sumber daya yang cukup untuk mendukung kegiatan konservasi, pemantauan, dan penelitian di kawasan Leuser.
- Kolaborasi Antar Pihak: Bentuk kemitraan antara pemerintah, lembaga konservasi, sektor swasta, dan lembaga internasional untuk mendukung perlindungan dan pengelolaan ekosistem Leuser.
- Peningkatan Kesejahteraan Masyarakat: peningkatan produktivitas hasil pertanian/perkebunan, baik melalui akses pasar, promosi, atau hilirisasi hasil pertanian/perkebunan, bukan melalui kegiatan eksploitasi mineral.
TUJUAN JANGKA PANJANG:
1. Konservasi Keanekaragaman Hayati: Memastikan kelangsungan hidup spesies langka dan endemik di ekosistem Leuser.
2. Pemulihan Ekosistem: Mengembalikan ekosistem Leuser menjadi kondisi yang berkelanjutan dan sehat.
3. Pemberdayaan Masyarakat: Meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui partisipasi dalam upaya konservasi dan manfaat dari jasa lingkungan.
LANGKAH IMPLEMENTASI:
1. Penyusunan Kebijakan: Segera susun kebijakan yang mendukung rekomendasi ini dengan melibatkan pemangku kepentingan.
2. Pendanaan: Alokasikan dana yang memadai untuk mendukung kegiatan konservasi, pemantauan, dan penegakan hukum di kawasan Leuser.
3. Edukasi dan Kesadaran Masyarakat: Lakukan kampanye edukasi untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang pentingnya konservasi dan ekosistem Leuser.
4. Pemantauan dan Evaluasi: Pantau implementasi kebijakan serta dampak yang dihasilkan secara berkala, dan sesuaikan kebijakan jika diperlukan.
Kebijakan ini bertujuan untuk menjaga keberlanjutan ekosistem Leuser sebagai bagian penting dari warisan alam global. Dibutuhkan komitmen bersama dari berbagai pihak untuk mengatasi tantangan yang dihadapi dan meraih tujuan perlindungan yang berkelanjutan.
REFERENSI
- Surat Keputusan Kepala BKPM Nomor 66/I/IUP/PMA/2017 tertanggal 19 Desember 2017
- SK Bupati Nagan Raya Nomor 545/68/KP-EKSPLORASI/2006 tentang Pemberian Kuasa Pertambangan Eksplorasi
- SK Bupati Nagan Raya Nomor 545/22/SK/IUP-Ekspl/2010 tentang Persetujuan IUP Eksplorasi Kepada PT. Emas Mineral Murni, tertanggal 11 Januari 2010
- Putusan Kasasi Nomor 91 K/TUN/LH/2020 telah membatalkan Putusan Pengadilan Tinggi TUN Jakarta Nomor 192/B/LH/2019/PT.TUN.JKT yang menguatkan Putusan PTUN Jakarta Nomor 241/G/LH/2018/PTUN.JKT diterbitkan MA tanggal 14 April 2020.
Disusun oleh Green Justice Indonesia dan Walhi Aceh
Leave a Comment