Kasus Kedua, Harimau Sumatera Terkena Jerat di Simalungun
MEDAN, ForestEarth.id – Jerat masih menjadi ancaman bagi harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae). Pada Mei 2017 di Desa Parmonangan, Kecamatan Panribuan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara seekor harimau jantan ditemukan dalam keadaan lemas karena kaki depan sebelah kanannya terkena jerat. Kasus serupa kembali terjadi pada Minggu (22/10/2023).
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumatera (BBKSDA Sumut), Rudianto Saragih Napitu mengatakan, kasus yang terbaru terjadi di kecamatan yang sama. Tepatnya di lembah kebun kelapa sawit di Desa Marihat Raja. Berdasarkan informasi yang diperoleh, adanya harimau terjerat dilaporkan pada Minggu (22/10/2023).
Laporan itu ditindaklanjuti dengan menurunkan tim dari Seksi Konservasi Wilayah III Kisaran pada Bidang KSDA Wilayah II Pematangsiantar yang tiba di lokasi pada hari yang sama sekitar pukul 15.30 WIB. Tim menemukan harimau tersebut di lokasi yang dilaporkan oleh warga.
Evakuasi harimau tersebut atas saran drh. Anhar Lubis baru bisa dilakukan pada Senin (23/10/2023). Dikatakannya, Kepala Seksi Wilayah III Kisaran, Alfianto L Siregar bersama tim medis dari Forum Konservasi Leuser yakni drh. Anhar Lubis di lokasi untuk mengevakuasi harimau tersebut.
“Evakuasi dari pukul 13.00 – 16.00 WIB, harimau itu berhasil dipindahkan ke kandang yang disediakan dan diberi tindakan medis. Harimau itu lemah dan terluka akibat jerat sling di kakinya, tim memutuskan membawanya ke Barumun Nagari Wildlife Sanctuary (BNWS) untuk mendapatkan perawatan medis sebelum nantinya dilepasliarkan kembali ke habitatnya,” katanya.
Rudi menjelaskan, kasus harimau sumatera terjerat sling di Kecamatan Dolok Panribuan adalah yang kedua. Sebelumnya terjadi pada bulan Mei 2017 di Desa Parmonangan. Hingga kini, harimau yang diberi nama Monang itu menjadi penghuni BNWS. Kasus ini menunjukkan bahwa jerat masih menjadi ancaman bagi satwa dilindungi, khususnya harimau.
Menurut Rudi, pihaknya sudah mensosialisasikan agar menghentikan kegiatan pemasangan jerat karena perbuatan itu bertentangan dengan Pasal 21 ayat (2) huruf a Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya.
Dalam pasal itu disebutkan, setiap orang dilarang untuk menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup. Pelaku pelanggaran diancam dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta rupiah.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan juga telah mengeluarkan Instruksi Nomor: INS.1/MENLHK/SETJEN/KUM.1/6/2022 tanggal 17 Juni 2022 tentang Perlindungan Satwa Liar Atas Ancaman Penjeratan Dan Perburuan Liar di Dalam dan di Luar Kawasan Hutan, yang ditujukan kepada semua jajaran lingkup KLHK hingga kepada Gubernur dan Bupati/Walikota se-Indonesia.
Menteri LHK menginstruksikan untuk melakukan koordinasi kebijakan dan program dalam upaya perlindungan satwa liar dari penjeratan dan perburuan liar sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, serta mengambil langkah-langkah strategis terhadap pencegahan terjadinya penjeratan dan perburuan satwa liar.
Harimau sumatera sebagai salah satu satwa liar yang dilindungi, sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor: P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis Tumbuhan Dan Satwa Yang Dilindungi, kondisinya saat ini sedang terancam.
“Kita tidak ingin nasibnya sama seperti harimau bali (Panthera tigris balica) dan harimau jawa (Panthera tigris sondaica) yang sudah punah dari muka bumi Indonesia,” katanya.
Leave a Comment